Kedamaian di Balik Alam : Hotel Capella Ubud Bali

jcdmah024 Avatar

Author : Khaidir Auliya

Alam Hotel Capella Ubud Bali

Ada momen dalam perjalanan ketika waktu terasa melambat ketika desir angin di antara pepohonan, aroma tanah yang lembap, dan gemericik air sungai membentuk harmoni yang seolah berbicara langsung pada jiwa. Itulah yang saya rasakan ketika langkah pertama saya menapaki jembatan kayu menuju Hotel Capella Ubud Bali, sebuah tempat di mana alam dan tradisi Bali berpadu sempurna dalam keheningan yang memukau.

Sejujurnya, saya datang ke Ubud dengan ekspektasi tinggi. Selama bertahun-tahun, saya telah menjelajahi banyak destinasi indah di dunia dari hutan hujan di Thailand hingga pedesaan di Tuscany, namun belum pernah saya menemukan tempat yang begitu selaras antara kemewahan dan kesederhanaan seperti di sini. Capella Ubud bukan sekadar hotel, ia adalah perjalanan spiritual, sebuah kisah yang menuntun setiap tamunya untuk kembali mengenali makna ketenangan sejati.

Hotel Capella Ubud Bali

Capella Disambut Alam yang Hidup

Sebelum tiba, saya sudah mendengar bahwa Hotel Capella Ubud Bali tersembunyi di antara lembah hijau Keliki, di jantung hutan tropis Bali. Namun, tidak ada satu pun foto di internet yang benar-benar dapat menggambarkan keindahan yang saya saksikan sendiri.

Udara terasa sejuk dan bersih. Burung-burung berkicau seolah menjadi orkestra sambutan alami. Begitu mobil berhenti di area lobi yang terbuka, aroma dupa dan kayu cendana menyapa, menenangkan pikiran bahkan sebelum proses check-in dimulai. Para staf menyambut dengan senyum hangat khas Bali, penuh ketulusan, bukan formalitas. Ada keheningan yang tidak canggung—sebuah ketenangan yang justru mengundang refleksi.

Saya disuguhi minuman herbal segar dan handuk aromaterapi. Lalu, salah satu staf berkata dengan lembut, “Selamat datang di rumah di tengah hutan.” Kalimat sederhana itu, entah mengapa, langsung menancap di hati saya.


Tradisi dan Kemewahan Menyatu di Hotel Capella Ubud Bali

Alih-alih bangunan beton, Capella Ubud menghadirkan tenda-tenda mewah bergaya kolonial yang berpadu dengan unsur arsitektur Bali. Setiap “kemah” dirancang oleh desainer ternama Bill Bensley, seorang maestro yang dikenal mampu memadukan estetika tropis dengan filosofi lokal.

Saya menempati Keliki Valley Tent, yang menghadap langsung ke lembah hijau. Saat membuka tirai, pemandangan hutan tropis terbentang luas, dengan sinar matahari pagi menembus pepohonan seperti lukisan yang hidup. Suara alam menjadi latar musik harian saya—tanpa perlu speaker, tanpa perlu teknologi.

Interiornya sungguh memikat: perabot kayu jati, lantai berornamen batik klasik, dan detail ukiran Bali yang halus di setiap sudut. Di luar tenda, terdapat kolam kecil pribadi yang menghadap ke alam. Saya berendam di sana sambil mendengar desir daun dan aliran sungai di kejauhan—sebuah kemewahan yang tak bisa diukur dengan harga.

Setiap tenda memiliki kisahnya sendiri, terinspirasi oleh masa ketika para penjelajah dan pemukim awal datang ke Bali. Ada yang bertema kartografer, seniman, petualang—semua menggambarkan semangat eksplorasi dan penghormatan terhadap budaya lokal.


Tradisional room Hotel Capella Ubud Bali

Menyelami Tradisi Bali yang Otentik

Hotel Capella Ubud bali bukan hanya tempat untuk beristirahat; ia juga mengajak kita untuk menyelami akar budaya Bali. Setiap pagi, saya melihat para staf menyiapkan canang sari—persembahan bunga dan dupa—di setiap sudut taman. Aromanya menguar lembut, menciptakan atmosfer spiritual yang mendalam.

Salah satu pengalaman paling berkesan bagi saya adalah saat mengikuti kelas membuat sesajen. Seorang ibu dari desa setempat mengajarkan cara menata bunga, janur, dan dupa dengan penuh ketelitian. Di balik kesederhanaannya, saya belajar bahwa setiap warna dan arah memiliki makna filosofis. Ini bukan sekadar ritual; ini adalah wujud rasa syukur dan keseimbangan hidup.

Di sore hari, saya menghadiri sesi afternoon tea di The Camp Fire, area terbuka di tengah hutan di mana para tamu berkumpul di sekitar api unggun. Di sana, kami menikmati teh herbal dan kue tradisional sambil mendengarkan kisah-kisah lokal yang diceritakan oleh pemandu. Momen itu terasa magis—suasana remang, cahaya api yang menari di wajah orang-orang, dan langit Ubud yang mulai berwarna jingga.


Perjalanan di Api Restaurant Hotel Capella Ubud Bali

Petualangan saya tidak berhenti di alam dan tradisi. Capella Ubud juga menggoda dengan pengalaman kuliner yang penuh makna. Di restoran Api Restaurant, saya mencicipi menu yang menonjolkan bahan-bahan lokal dengan sentuhan modern.

Chef-nya, yang sangat mencintai cita rasa Nusantara, memperkenalkan saya pada perjalanan rasa yang luar biasa. Mulai dari sate lilit dengan saus kemangi hingga ikan laut segar dengan rempah Bali yang khas—setiap hidangan disajikan dengan filosofi, bukan sekadar teknik.

Makan malam terasa seperti upacara penghormatan terhadap alam: semua bahan berasal dari kebun organik sekitar, dan setiap detail disiapkan dengan penuh cinta. Saya menyadari bahwa di Capella, keberlanjutan bukan sekadar konsep, melainkan napas yang menyatu dalam setiap aspek pengalaman.


fire resort Hotel Capella Ubud Bali

Menemukan Diri di Tengah Keheningan

Di sela-sela aktivitas, saya menyempatkan diri untuk mengikuti yoga pagi di atas dek kayu, ditemani suara alam yang mendamaikan. Tidak ada musik buatan—hanya kicau burung dan desir angin yang menjadi irama alami.

Saya juga mencoba spa tradisional Bali yang menggunakan minyak kelapa dan bunga kamboja segar. Sentuhan lembut terapis, aroma minyak alami, dan suasana hening membuat saya merasa seolah disembuhkan, bukan hanya dimanjakan.

Di sini, saya belajar bahwa perjalanan bukan selalu tentang tempat baru, tetapi tentang menemukan versi diri yang lebih tenang, lebih sadar, dan lebih selaras dengan dunia sekitar.


Pelayanan yang Melampaui Ekspektasi

Apa yang membuat Capella Ubud begitu istimewa bukan hanya desainnya, tapi juga jiwa keramahan yang tulus dari setiap orang yang bekerja di sana. Mereka tidak hanya melayani, tapi juga mengenal tamunya secara pribadi.

Suatu pagi, saya dikejutkan dengan secangkir kopi hangat yang dikirim ke tenda saya. Di bawah cangkir itu terselip catatan kecil: “Semoga hari Anda dimulai dengan ketenangan dan inspirasi.” Gestur sederhana itu membuat saya tersenyum sepanjang hari.

Setiap interaksi terasa seperti percakapan hangat, bukan transaksi. Ada sentuhan kemanusiaan yang jarang saya temukan di tempat lain.


Sebuah Pengalaman yang Sulit Dilupakan

Saat hari terakhir tiba, saya duduk di teras tenda, menatap lembah hijau yang kini terasa begitu akrab. Saya mendengarkan suara alam untuk terakhir kalinya burung, angin, air, semuanya berpadu menjadi simfoni perpisahan.

Capella Ubud telah memberi saya sesuatu yang lebih dari sekadar liburan mewah. Ia mengajarkan makna hidup selaras dengan alam, menghargai tradisi yang diwariskan dengan cinta, dan menikmati ketenangan yang lahir dari kesederhanaan.


Panggilan dari Hati Hotel Capella Ubud Bali

Ketika saya meninggalkan kawasan Hotel Capella , ada satu perasaan yang tak bisa saya jelaskan—seolah sebagian dari diri saya tertinggal di hutan itu. Suara lembah Keliki, aroma dupa, cahaya pagi di atas sungai… semuanya tetap hidup dalam ingatan.

Saya tahu, suatu hari saya akan kembali. Karena Capella Ubud bukan sekadar tempat untuk menginap, melainkan tempat untuk menemukan kembali diri sendiri di tengah nuansa alam dan tradisi yang begitu tulus.

Dan bagi siapa pun yang tengah mencari kedamaian, keindahan, dan pengalaman yang menyentuh jiwa, mungkin sudah saatnya Anda juga menjawab panggilan itu—panggilan dari hati Ubud

Baca Juga : 5 Rekomendasi Wisata Alam Di Jawa Barat

jcdmah024 Avatar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *