
Perkembangan Pesat AI Art
Dalam tiga tahun terakhir, AI art telah berkembang sangat pesat, mampu menghasilkan gambar berkualitas tinggi dari perintah teks. Industri AI generatif ini kini diperkirakan bernilai $48 miliar. Alat-alat seperti Midjourney, Stable Diffusion, DALL-E, dan Lensa telah digunakan oleh puluhan juta orang setiap hari.
Namun, di balik daya tarik ini, banyak seniman profesional merasa dirugikan. Kerugian ini termasuk kerusakan reputasi, kerugian finansial, plagiarisme, dan masalah hak cipta. Mari kita bahas lebih lanjut.
Mengapa AI Art Bukanlah Karya Seni
Seni Buatan Manusia
Penting untuk dipahami bahwa generator gambar AI bukanlah seniman. Para ahli filsafat seni berpendapat bahwa seni adalah usaha unik manusia, yang sangat terkait dengan budaya dan pengalaman kita.
Seni adalah hasil budaya yang menggunakan sumber daya budaya untuk mewujudkan pengalaman dalam bentuk yang bisa dilihat dan dinikmati. Proses artistik ini dikendalikan oleh seniman dengan tujuan agar karyanya dinikmati oleh penonton.
Kreativitas dari Pengalaman Hidup
Gaya pribadi seniman itu unik dan otentik, seperti tulisan tangan mereka. Gaya ini berkembang selama bertahun-tahun melalui pengalaman hidup. Contohnya, Katsuhiro Otomo menciptakan Akira berdasarkan masa remajanya, dan Claude Monet melukis seri Nymphéas (Teratai Air) setelah kehilangan putranya.
Generator gambar AI tidak punya pengalaman hidup atau warisan budaya yang membentuk setiap tindakan kreatif.
Menyamakan AI dengan Seniman Itu Salah
Menganggap generator gambar sebagai seniman, atau mengatakan mereka “terinspirasi” seperti seniman, itu keliru dan berbahaya. Ini merendahkan kerumitan kreativitas manusia, merampas pengakuan (dan kompensasi) dari seniman, serta mengalihkan tanggung jawab dari perusahaan pembuat AI ke AI itu sendiri.
Kerugian Ekonomi dan Rusaknya Reputasi Seniman
Hilangnya Pekerjaan
Seniman membutuhkan waktu bertahun-tahun, sumber daya, dan biaya besar untuk mengasah keterampilan. Namun, perusahaan AI seperti Stability AI menggunakan karya-karya seniman ini tanpa kompensasi, sambil mengumpulkan miliaran dolar dari investor untuk bersaing langsung di pasar yang sama.
Kini, siapa pun bisa membuat ratusan AI art dalam hitungan menit, menyelesaikan buku anak-anak dalam satu jam, atau proyek Kickstarter dalam waktu singkat dibanding seniman sungguhan. Ini sudah menyebabkan hilangnya pekerjaan bagi seniman.
Contohnya, Netflix Jepang menggunakan generator gambar untuk animasi, dengan alasan “kekurangan tenaga kerja”. Industri gaming di Tiongkok juga melaporkan penurunan 70% dalam pekerjaan ilustrator.
Terpaksa Menggunakan AI
Beberapa seniman, meskipun tidak setuju, merasa terpaksa menggunakan generator gambar agar tidak kehilangan pekerjaan mereka, yang selanjutnya menormalkan penggunaan AI secara komersial.
Pemalsuan Karya Digital dan Peniruan Gaya
Generator gambar dilatih menggunakan miliaran pasangan gambar-teks dari internet, seperti dataset LAION-5B. Banyak seniman menemukan karya mereka digunakan dalam data pelatihan tanpa izin atau atribusi.
Peniruan gaya yang invasif ini bisa memiliki konsekuensi serius. Seniman Hollie Mengert merasa “tidak nyaman” ketika namanya digunakan sebagai perintah untuk menghasilkan gambar dengan gayanya. Sarah Andersen bahkan melaporkan karyanya dimanipulasi untuk menyebarkan pesan rasis dan genosida, dan masalah ini diperparah oleh AI.
Pencucian Data (Data Laundering)
Ada kekhawatiran mengenai praktik “pencucian data” di mana perusahaan menggunakan organisasi nirlaba (seperti LAION) untuk mengumpulkan data pelatihan, yang kemudian digunakan untuk produk komersial, berpotensi menghindari isu hak cipta dengan dalih “riset”.
Bias dan Stereotip dalam Konten yang Dihasilkan AI
Generator gambar juga terbukti memperkuat bias dan stereotip, serta mendistorsi identitas kelompok. Seniman kulit hitam seperti Linda Dounia Rebeiz dan Stephanie Dinkins melaporkan bahwa AI seringkali gagal memahami realitas mereka, menghasilkan gambar yang tidak akurat atau stereotip.
Contoh nyata adalah Shudu Gram, model sintetis berkulit gelap yang dibuat oleh fotografer kulit putih Cameron-James Wilson. Model ini adalah contoh objektifikasi dan komodifikasi identitas kulit hitam tanpa kompensasi bagi komunitas yang direpresentasikannya.
“Efek Dingin” pada Produksi dan Konsumsi Budaya
Demoralisasi dan Enggan Berbagi
Mahasiswa yang melihat AI mengancam karir seni menjadi patah semangat. Baik seniman baru maupun yang sudah ada menjadi enggan berbagi karya mereka di media sosial atau platform lainnya untuk melindungi diri dari pengambilan data massal.
Kreativitas Mandek
Keengganan seniman untuk berbagi dan mengajar juga mengurangi kesempatan bagi calon seniman untuk belajar dari yang berpengalaman. Jika kita hanya mengandalkan karya yang dihasilkan AI, kita berisiko menuju “lingkaran setan” di mana tidak ada hal baru yang benar-benar tercipta.
BBC mengeksplorasi apakah AI art merupakan revolusi kreatif atau akhir dari seni seperti yang kita kenal. Lihat selengkapnya.
Tantangan Hukum dan Rekomendasi untuk Melindungi Seniman
Keterbatasan Hukum Hak Cipta
Seniman telah mengajukan gugatan hukum dan melakukan protes, namun hukum hak cipta AS saat ini masih belum cukup siap untuk menangani banyak kerugian yang ditimbulkan oleh sistem AI ini.
Belum ada karya yang sepenuhnya dibuat oleh generator gambar yang diberikan perlindungan hak cipta, dan kepengarangan masih terbatas pada pencipta manusia.
Fair Use AI Art yang Tidak Memadai
Aturan fair use memiliki keterbatasan, terutama ketika gambar seniman digunakan untuk melatih AI yang kemudian bersaing dengan pasar mereka. Sayangnya, seniman kecil mungkin tidak memiliki sumber daya hukum untuk melawan perusahaan besar.
Hak Moral yang Terbatas
Hak moral dalam hukum hak cipta AS memiliki cakupan sempit. Namun, aspek ini penting ketika seniman menghadapi kerugian reputasi dan pribadi.
Rekomendasi untuk Melindungi Seniman
- Persetujuan Jelas untuk Data Pelatihan: Harus ada persetujuan eksplisit dari pembuat konten sebelum digunakan untuk melatih AI.
- Transparansi Data Pelatihan: Perusahaan harus mengungkapkan data pelatihan kepada badan independen.
- Alat Perlindungan Gaya: Gunakan alat seperti Glaze untuk mencegah peniruan gaya seniman.
- Pendanaan Riset AI Independen: Pemerintah harus mendanai riset AI bebas dari kepentingan korporat.
- Fokus pada Pencegahan Kerugian: Komunitas riset harus mencegah kerugian pada komunitas yang terpinggirkan.
- Akuntabilitas Organisasi: Beban pembuktian atas kerugian harus ditanggung oleh organisasi AI.
- Pendidikan Ilmu Komputer yang Beretika: Kurikulum harus menekankan etika dan dampak sosial teknologi.
- Metodologi Desain yang Peka Nilai (Value Sensitive Design): Bangun sistem AI yang mempertimbangkan nilai-nilai seniman.
Kesimpulan
Seni adalah usaha unik manusia. Kita perlu mempertanyakan: siapa yang diuntungkan dari komodifikasi seni?
AI art seharusnya bukan alat untuk menggantikan kreativitas manusia, melainkan medium ekspresi baru yang meningkatkan, bukan menggantikan, imajinasi manusia.
Contoh positif adalah karya Anna Ridler Mosaic Virus, di mana ia secara aktif mengkurasi data sebagai bagian dari karyanya. Ini menunjukkan bagaimana AI bisa menjadi alat kolaboratif, bukan pengganti.
Melindungi semangat kreatif manusia adalah kunci. Seperti yang dikatakan Steven Zapata:
“Bagaimana kita bisa menjelaskan hal-hal yang tidak ingin kita korbankan untuk otomatisasi?”
Itulah pertanyaan mendasar yang harus kita jawab bersama.
Ingin tahu lebih lanjut tentang bagaimana AI berpengaruh terhadap penulisan artikel professionall? Simak pembahasannya di sini.
Leave a Reply